New Post

Advertisement

Sunday, 5 February 2017

Menjadi Wanita Shalehah Karena Nasihat Seorang Pemuda

Mungkin sedikit orang yang menyadari bahwa istiqomah dalam ketaatan adalah salah satu bentuk dakwah, orang-orang memahami bahwa dakwah hanyalah penyampaian dalam bentuk lisan, tulisan, atau pelajaran. Penulis pernah mendengar salah seorang da’i menyampaikan sebuah kisah tatkala ia berada di Amerika. Da’i ini adalah seorang yang berasal dari Arab Saudi. Tatkala dia ke Amerika dan menjadi pemateri di sebuah pertemuan tak disangka ada seorang pemateri juga berasal dari Arab Saudi namun sudah 40 tahun tinggal di Amerika. Tatkala ia melihat da’i ini, ia pun merasa malu dengan penampilan sang da’i yang sesuai dengan latar belakang Arabnya; memkai jubah dan mengenakan gurtah. Lalu ia menegur sang da’i untuk mengganti apa yang ia pakai karena itu terkesan kuno dan terbelakang, beda dengan penampilannya. Sang da’i tidak menanggapi serius perkataannya.

Yang mengagetkan adalah saat orang Arab Saudi –Amerika- ini melihat sang da’i menunaikan shalat di sela-sela break acara. Ia mulai terenyuh dan mengingat kembali siapakah dia ini sebenarnya. Ketika masjid atau tempat shalat sepi, ia masuk ke dalamnya dan menunaikan shalat sambil menangis tersedu-sedu. Sehabis shalat sang da’i menanyakan apa yang terjadi padanya. Ia menjawab sudah 40 tahun ini aku tidak shalat, dan aku baru teringat akan hal itu ketika melihatmu menunaikan shalat.

Itulah istiqomah dan itulah dakwah, istiqomah dalam ketaatan itu bisa menginspirasi pelaku dosa untuk bertaubat dan berhenti dari perbuatan dosanya.

Sebagaimana kisah berikut ini, seorang pemuda yang shaleh, menginspirasi seorang wanita yang hidupnya dipenuhi kelalaian dan jauh dari nila-nilai ketaatan kepada Allah. Berikut kisahnya…

Dari Ahmad bin Said dari bapaknya, ia berkisah:

Di Kufah terdapat seorang pemuda yang rajin beribadah. Ia selalu ke masjid, tidak pernah tidak. Ia juga seorang yang tampan dan baik. Lalu ada seorang gadis cantik dan cerdas jatuh hati padanya. Selang berapa lama, suatu hari gadis itu berdiri di jalan yang biasa dilewati pemuda menuju masjid.

Gadis itu berkata (untuk merayunya), “Dengarkanlah ucapanku, kemudian setelah itu terserah kamu.” Pemuda itu berlalu tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya. Sewaktu pemuda itu pulang dari masjid, wanita tersebut masih berdiri di tempatnya, dia berkata, “Wahai fulan, dengarkanlah ucapanku.” Pemuda itu serba salah, lalu ia pun menjawab, “Ini adalah perbuatan yang bisa mendatangkan prasangka buruk. Sementara aku tidak menyukai hal itu.”

Gadis itu berkata, “Demi Allah, tidaklah aku berdiri di sini karena ketidaktahuanku tentang dirimu. Na’udzubillah, kalau orang-orang melihat seperti itu dariku. Yang membuatku berani dalam urusan ini adalah pengetahuanku bahwa sedikit dari hal ini menurut orang-orang adalah banyak, dan kalian para ahli ibadah dalam urusan ini bisa berubah oleh sesuatu yang remeh. Yang ingin aku katakana kepadamu adalah anggota tubuhku selalu tertuju padamu. Maka Allah… Allah pertimbangkanlah urusanku dan urusanmu.”

Maksud gadis ini ia telah lama memperhatikan sang pemuda oleh karena itu ia katakana tujuannya berdiri di jalan tersebut karena tahu dan kagum kepada sang pemuda. Ia berani merayu sang pemuda walaupun orang-orang shaleh seperti pemuda ini menganggap besar dosa-dosa yang diremehkan orang, namun tidak jarang mereka juga tergelincir oleh wanita, gadis itu katakana “kalian ahli ibadah bisa berubah karena urusan yang remeh.”

Pemuda itu pulang dan hendak menunaikah shalat (sunah pen.) di rumah, namun ia tidak bisa melakukannya karena pikirannya terganggu. Lalu ia menulis dan keluar dari rumahnya. Ternyata sang wanita masih berdiri di tempatnya, sang pemuda pun memberikan apa yang ia tulis kepada wanita tersebut, lalu kembali lagi ke rumah.

Tulisan itu berisi, “Bismillahirrahmanirrahim.. ketahuilah wahai Fulanah, jika ada seorang muslim yang bermaksiat kepada-Nya, maka Dia menutupinya. Jika dia mengulanginya maka Allah tetap menutupinya. Tetapi jika ia telah memakai pakaian kemaksiatan, maka Allah ‘Azza wa Jalla murka dengan kemurkaan dimana langit, bumi, gunung, pohon, dan hewan-hewan tidak kuasa menanggungnya. Siapa yang kuat menanggung murka-Nya?

Jika apa yang kamu sebutkan itu suatu kebatilan, maka aku mengingatkanmu akan suatu hari ketika langit seperti luluhan perak dan gunung-gunung seperti kapas. Umat manusia berlutut di hadapan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Agung. Demi Allah, aku sendiri tidak mampu menyelamatkan diriku, lalu bagaimana mungkin aku mampu menyelamatkan orang lain saat itu? Jika apa yang kamu sebutkan itu benar (ingin mengobati luka), maka akan kutunjukkan kamu kepada dokter yang mampu mengobati luka yang perih dan rasa sakit yang pedih, Dia adalah Allah Rabbul ‘alamin. Kepada-Nya lah kamu harus berlari dengan permohonan yang benar. Aku sendiri telah sibuk –tak sempat memikirkanmu- karena firman Allah

“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat) ketika hati menyesak sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang zalim tidak menyukai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. Dan Allah menghukum dengan keadilan. Dan sembahan-semabahan yang mereka sembah selain Allah tiada dapat menghukum dengan sesuatu apa pun. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Mukmin: 18-20). Adakah tempat berlari dari ayat ini?

Beberapa hari kemudian gadis itu kembali berdiri di jalan yang dilewati pemuda itu. Tatkala si pemuda itu melihatnya dari jauh, ia pun hendak kembali supaya tidak melihatnya. Tetapi gadis itu berkata, “Wahai pemuda, jangan kembali. Karena tidak ada pertemuan setelah ini, kecuali di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.” Lalu dia menangis dengan keras. Gadis itu berkata, “Aku memohon kepada Allah dimana kunci hatimu berada di tangan-Nya agar memudahkan urusanmu yang sulit.” Kemudian gadis itu mengikutinya dan berkata, “Bermurah hatilah kepadaku dengan nasihat yang bisa aku bawa. Berikanlah wasiat kepadaku yang bisa aku kerjakan.”

Pemuda itu berkata, “Bertakwalah kepada Allah, jagalah dirimu, ingatlah firman Allah, ‘Dan Dia-lah yang menidurkanmu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari’ (QS. Al-An’am: 60). Gadis itu tertunduk, dia menangis lebih keras dari tangisannya yang pertama. Setelah itu dia tidak keluar rumah, dia bersungguh-sungguh beribadah. Dia tetap seperti itu hingga meninggal dalam kesedihan, menyesali dosa-dosanya selama ini. Di kemudian hari, pemuda itu teringat akan sang gadis, ia pun bersedih karena kasihan kepadanya.

Menurut penilaian kita, wanita itu tidak meraih apa-apa dari orang yang dicintainya, tetapi dia meraih sesuatu yang lebih utama dari dunia dan seisinya, ia menemukan jalan yang baik dan amal yang shaleh. Karenanya Allah memberi wanita tersebut taufik untuk bertaubat dan memudahkannya untuk beribadah. Semoga di akhirat dia meraih apa yang diinginkannya dan berkumpul dengan orang yang dicintainya.

Sumber: Ensiklopedi Kisah Generasi Salaf

Semoga renungan ini bermanfaat...

Surga, bukan karena amal tapi Rahmat Allah Ta'ala

Seorang muslim tidak masuk surga karena amalnya. Mereka hanya bisa masuk surga karena rahmat Allah Ta’ala. Meski demikian, Rasulullah Saw dalam banyak sabdanya memerintahkan umatnya untuk melakukan banyak amal shaleh yang bisa menjadi sarana baginya untuk masuk ke dalam surga.
Berikut kami ringkaskan beberapa di antaranya kepada Sahabat Kisah Hikmah yang kami kutip dari buku “Inilah Rasulullah Saw” tulisan Syaikh Salman al-Audah.
1. Sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah tali silaturahim, shalatlah di malam hari ketika manusia telah tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat. (Hr. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim)
2. Jaminlah enam perkara untukku dari kalian, niscaya aku akan menjamin surga atas kalian. Jujurlah jika kalian berbicara, tepatilah jika kalian berjanji, tunaikanlah amanah jika diberi amanah, jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan dan tahanlah tangan kalian. (Hr. Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi)
3. Siapa yang mampu menahan amarahnya padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka pada Hari Kiamat Allah Ta’ala akan memanggilnya di hadapan seluruh manusia, hingga Allah Ta’ala menyuruhnya untuk memilih bidadari mana yang dikehenaki. (Hr. Ahmad Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
4. Siapa yang menginginkan surga, hendaknya ia bersama jamaah (kaum muslimin). Barangsiapa merasa senang dengan kebaikannya dan merasa susah dengan keburukannya, maka dia itulah seorang mukmin. (Hr. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Hakim)
5. Siapa yang dapat menjamin bagiku apa yang ada di antara dua jenggotnya (mulut) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjaminkan surga untuknya. (Hr Bukhari)
6. Penghuni surga itu ada tiga golongan. Pertama, pemimpin yang adil, dermawan dan mendapatkan taufik. Kedua, seseorang yang penyayang dan berhati lembut kepada setiap karib kerabat. Ketiga, seorang muslim yang bersih, sangat menjaga kehormatan dirinya dan memiliki tanggungan (Hr. Muslim)
7.Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah Ta’ala di bawah naungan-Nya. Satu, pemimpin yang adil. Dua, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah Ta’ala. Tiga, seorang laki-laki yang hatinya selalu terpaut pada masjid. Empat, dua orang yang saling mencintai karena Allah Ta’ala, yang bertemu dan berpisah karena-Nya. Lima, seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, namun ia menjawab, “Sesungguhnya aku takut kepada Allah Ta’ala.” Enam, seorang laki-laki yang bersedekah, kemudian ia menyembunyikan sedekahnya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya. Tujuh, seorang laki-laki yang menyebut nama Allah Ta’ala dalam keadaan sendirian, lalu berlinanglah air matanya. (Hr. Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah dan kekuatan kepada kita untuk melakukan amalan-amalan tersebut dan semoga Allah Ta’ala memberikan rahmat-Nya sehingga kita layak memasuki surga-Nya yang penuh kenikman Amiin

source: line account Muslim Terbaik

Saturday, 4 February 2017

Kenapa Orang Kafir Sebaik Apapun Tetap Masuk Neraka? Jawaban Kyai Bikin Pemuda Ini Terbungkam

DIALOG ANTARA LIBERAL DAN KYAI KAMPUNG
Pemuda: Ki, ada orang baik banget, anti korupsi, bangun masjid, rajin sedekah sampai hidupnya sendiri dikorbanin buat nolongin orang banyak, terus meninggal dan dia bukan Muslim, Dia masuk surga atau neraka?
Kyai: Neraka.
Pemuda: Lah? Kan dia orang baik. Kenapa masuk neraka?
Kyai: Karena dia bukan Muslim.
Pemuda: Tapi dia orang baik Ki. Banyak orang yang kebantu karena dia, bahkan umat Islam juga. Malah Bangun Masjid Raya segala. Jahat bener dah Tuhan kalau orang sebaik dia dimasukin neraka juga.
Kyai: Allah tidak jahat, hanya adil.
Pemuda: Adil dari mana?
Kyai: Kamu sekolahnya sampai tingkatan apa?
Pemuda: Ane mah Master Sains lulusan US Ki, kenapa?
Kyai: Kenapa bisa kamu dapat titel Master Sains dari US?
Pemuda: Yaa karena kemaren ane kuliah disana, diwisuda disana.
Kyai: Namamu terdaftar disana? Kamu mendaftar?
Pemuda: Ya jelas dong Ki, ini ijazah juga masih basah.
Kyai: Sekiranya waktu itu kamu tidak mendaftar, tapi kamu tetap datang kesana, hadir di perkuliahan, diam-diam ikut ujian, bahkan kamu dapat nilai sempurna, apakah kamu tetap akan dapat ijazah?
Pemuda: Jelas enggak Ki, itu namanya mahasiswa ilegal, sekalipun dia pintar, dia nggak terdaftar sebagai mahasiswa, kampus ane mah ketat soal aturan gituan.
Kyai: Berarti kampusmu jahat dong, ada orang sepintar itu tak dikasih ijazah hanya karena tidak mendaftar?
Pemuda: *terdiam*
Kyai: Gimana?
Pemuda: Ya nggak jahat sih Ki, itu kan aturan, salah si mahasiswa kenapa nggak mendaftar, konsekuensinya ya nggak dapat ijazah dan titel resmi dari kampus.
Kyai: Nah, kalau kampusmu saja ada aturan, apalagi dunia dan akhirat. Kalau surga diibaratkan ijazah, dunia adalah bangku kuliah, maka syahadat adalah pendaftaran awalnya. Tanpa pendaftaran awal, mustahil kita diakui dan dapat ijazah, sekalipun kita ikut kuliah dan mampu melaluinya dengan gemilang. Itu adalah aturan, menerapkannya bukanlah kejahatan, melainkan keadilan.

Source : line account muslim terbaik

Kata siapa membaca Al Quran bikin habis waktu?

Membaca Al Quran tidak akan mengurangi waktumu. Justru sebaliknya, ia akan menambah waktumu.

Secara hitungan matematika dunia, membaca Al Quran tampak seakan-akan mengurangi waktu. Dari total 24 jam dalam sehari, seolah-olah berkurang sekian detik, sekian menit atau sekian jam jika digunakan untuk membaca Al Quran.

Tapi, tahukah kamu bahwa waktu yang kamu gunakan untuk membaca Al Quran itu sebenarnya tidak hilang begitu saja. Ia akan diganti oleh Allah dengan keberkahan yang berlipat ganda.

Apa itu keberkahan?

Keberkahan artinya pertambahan dan pertumbuhan. Wujudnya bisa bermacam-macam. Misalnya, pekerjaanmu beres, produktivitasmu meningkat, keuntunganmu bertambah, kesehatanmu terjaga dan seterusnya.

Itu adalah wujud keberkahan yang akan diperoleh oleh orang yang membaca Al Quran.

Pernahkah anda mendengar tentang orang yang stress? Atau orang yang sedang kebingungan mencari inspirasi? Atau orang yang kesulitan menyelesaikan pekerjaannya? Atau orang yang waktunya habis sia-sia tanpa produktivitas?

Itu adalah bentuk-bentuk kehilangan umur yang disebabkan tidak berkahnya waktu.

Tahukah kamu bahwa dahulu para ulama bisa menulis karya-karya agung yang jumlahnya melebihi bilangan umur mereka? Padahal saat itu belum ada mesin ketik, apalagi komputer. Semuanya ditulis manual dengan tangan dan peralatan yang sangat sederhana, ditambah kondisi yang lebih sulit daripada kondisi sekarang.

Mengapa mereka bisa? Jawabnya karena waktu mereka penuh berkah.

Dari mana keberkahan itu? Jawabnya dari membaca Al Quran.

Perhatikan kisah berikut:

Ibrahim bin Abdul Wahid Al Maqdisi berwasiat kepada Al Dhiya Al Maqdisi sebelum yang terakhir pergi menuntut ilmu:

"Perbanyaklah membaca Al Quran. Jangan kamu tinggalkan. Karena kemudahan yang akan kamu peroleh dalam pencarianmu akan berbanding lurus dengan kadar yang kamu baca."

Al Dhiya mengatakan, "Lalu aku renungi hal itu dan aku praktekkan berkali-kali. Setiap kali aku membaca banyak, semakin mudah aku menghafal hadits dan menulisnya. Jika aku tidak membaca, tidak mudah aku melakukannya."

Sumber: "Dzail Thabaqat al Hanabilah" karya Ibnu Rajab al Hambali.

Jadi, jelaslah bahwa membaca Al Quran membawa keberkahan sehingga waktu yang kita miliki bisa lebih bermakna dengannya.

Terakhir pesan saya, jangan kamu membaca Al Quran di waktu luangmu, tapi luangkanlah waktumu untuk membaca Al Quran.

source: fb Husaen AhsAn

Tuesday, 10 January 2017

Amanah Dalam Islam


Amanah adalah segala sesuatu yang dibebankan Allah kepada manusia untuk dilaksanakan (Q.S. 32 : 72) yang tercakup di dalamnya khilafah ilahiyah (khalifat allah, ibad allah), khilafah takwiniah (al-taklif al-syar’iah) dalam kaitannya dengan hablun min allah dan hablun min al-nas.

Dalam ajaran Al-Qur’an manusia adalah makhluk yang memikul beban (mukallaf). Pembebanan (taklif) meliputi hak dan kewajiban. Setiap beban yang diterima manusia harus dilaksanakan sebagai amanah.

Amanah mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan aman, sehingga mu’min berarti yang beriman, yang mendatangkan keamanan, juga yang memberi dan menerima amanah. Orang yang beriman disebut juga al-mu’min, karena orang yang beriman menerima rasa aman, iman dan amanah. Bila orang tidak menjalankan amanah berarti tidak beriman dan tidak akan memberikan rasa aman baik untuk dirinya dan sesama masyarakat lingkungan sosialnya. Dalam sebuah hadis dinyatakan “Tidak ada iman bagi orang yang tidak berlaku amanah”.

Dalam kontek hablun min allah, amanah yang dibebankan Allah kepada manusia adalah Tauhid artinya pengakuan bahwa hanya Allah yang harus disembah, hanya Allah yang berhak mengatur kehidupan manusia dan hanya Allah yang harus menjadi akhir tujuan hidup manusia, sehingga pelanggaran terhadap tauhid adalah syirik dan orang musyrik adalah orang khianat kepada Allah. Termasuk dalam kontek ini pula adalah mengimani seluruh aspek yang termuat dalam rukun iman dan melaksanakan ubudiyah yang termaktub dalam rukun islam.

Manusia diperintah Allah untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya (Q.S. 4 : 58), hal ini berkaitan dengan tatanan berinteraksi sosial (muamalah) atau hablun min al-nas. Sifat dan sikap amanah harus menjadi kepribadian atau sikap mental setiap individu dalam komunitas masyarakat agar tercipta harmonisasi hubungan dalam setiap gerak langkah kehidupan. Dengan memiliki sikap mental yang amanah akan terjalin sikap saling percaya, positif thinking, jujur dan transparan dalam seluruh aktifitas kehidupan yang pada akhirnya akan terbentuk model masyarakat yang ideal yaitu masyarakat aman, damai dan sejahtera.

Pengertian Amanah

Amanah secara etimologis (pendekatan kebahasaan/lughawi) dari bahasa Arab dalam bentuk mashdar dari (amina- amanatan) yang berarti jujur atau dapat dipercaya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia amanah berarti pesan, perintah, keterangan atau wejangan 1.

Amanah menurut pengertian terminologi (istilah) terdapat beberapa pendapat, diantaranya menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Amanah adalah sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya.

Sedangkan menurut Ibn Al-Araby, amanah adalah segala sesuatu yang diambil dengan izin pemiliknya atau sesuatu yang diambil dengan izin pemiliknya untuk diambil manfaatnya3.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa amanah adalah  menyampaikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga maupun jasa.

Amanah merupakan hak bagi mukallaf yang berkaitan dengan hak orang lain untuk menunaikannya karena menyampaikan amanah kepada orang yang berhak memilikinya adalah suatu kewajiban.
Ahmad Musthafa Al-Maraghi membagi amanah kepada 3 macam, yaitu :

1. Amanah manusia terhadap Tuhan, yaitu semua ketentuan Tuhan yang harus dipelihara berupa melaksankan semua perintah Tuhan dan meninggalkan semua laranganNya. Termasuk di dalamnya menggunakan semua potensi dan anggota tubuh untuk hal-hal yang bermanfaat serta mengakui bahwa semua itu berasal dari Tuhan. Sesungguhnya seluruh maksiat adalah perbuatan khianat kepada Allah Azza wa Jalla.

2. Amanah manusia kepada orang lain, diantaranya mengembalikan titipan kepada yang mempunyainya, tidak menipu dan berlaku curang, menjaga rahasia dan semisalnya yang merupakan kewajiban terhadap keluarga, kerabat dan manusia secara keseluruhan. Termasuk pada jenis amanah ini adalah pemimpin berlaku adil terhadap masyarakatnya, ulama berlaku adil terhadap orang-orang awam dengan memberi petunjuk kepada mereka untuk memiliki i’tikad yang benar, memberi motivasi untuk beramal yang memberi manfaat kepada mereka di dunia dan akhirat, memberikan pendidikan yang baik, menyuruh berusaha yang halal serta memberikan nasihat-nasihat yang dapat memperkokoh keimanan agar terhindar dari segala kejelekan dan dosa serta mencintai kebenaran dan kebaikan. Amanah dalam katagori ini juga adalah seorang suami berlaku adil terhadap istrinya berupa salah satu pihak pasangan suami-istri tidak menyebarkan rahasia pasangannya, terutama rahasia yang bersifat khusus yaitu hubungan suami istri.

3. Amanah manusia terhadap dirinya sendiri, yaitu berbuat sesuatu yang terbaik dan bermanfaat bagi dirinya baik dalam urusan agama maupun dunia, tidak pernah melakukan yang membahayakan dirinya di dunia dan akhirat.

Dengan memperhatikan pendapat Ahmad Musthafa Al-Maraghi tersebut, amanah melekat pada diri setiap manusia sebagai mukallaf dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah, individu dan makhluk sosial.

Disamping 3 macam amanah tersebut di atas, terdapat satu macam amanah lagi yakni Amanah terhadap lingkungan. Amanah terhadap lingkungan hidup berupa memakmurkan dan melestarikan lingkungan (Q.S. 11 : 61), tidak berbuat kerusakan di muka bumi (Q.S.7 :85). Eksploitasi terhadap kekayaan alam secara berlebihan tanpa memperhatikan dampak negatifnya yang berakibat rusaknya ekosistem, ilegal loging, ilegal maning dan pemburuan binatang secara liar merupakan sikap tidak amanah terhadap lingkungan yang berakibat terjadinya berbagai bentuk bencana alam seperti gempa bumi, longsor dan banjir serta bencana lainnya yang mempunyai dampak rusak bahkan musnahnya tatanan sosial kehidupan manusia.

Amanah dalam Muamalah

Muamalah adalah ajaran Islam yang menyangkut aturan-aturan dalam menata hubungan antar sesama manusia agar tercipta keadilan dan kedamaian dalam kebersamaan hidup manusia.
Aspek muamalah merupakan bagian prinsipal dalam Islam karena dengannyalah kehidupan bersama manusia ditata agar tidak terjadi persengketaan dalam kontak sosial antara satu pihak dengan pihak lainnya dalam masyarakat. Dengan demikian muamalah menjadi sangat penting. Dalam sebuah hadis dinyatakan “Agama itu adalah muamalah”.

Manusia menurut ajaran Islam adalah khalifah di muka bumi, bertugas menata kehidupan sebaik mungkin sehingga tercipta kedamaian dalam hidup di tengah manusia yang dinamis. Kehidupan damai tidak serta merta, akan tetapi diciptakan dan dirancang. Oleh karena itu perlu diciptakan perangkat-perangkat dan aparat-aparat untuk menciptakan perdamaian tersebut.

Amanah (trust) adalah modal utama untuk terciptanya kondisi damai dan stabilitas di tengah masyarakat, karena amanah sebagai landasan moral dan etika dalam bermuamalah dan berinteraksi sosial. Firman Allah dalam Q.S. 4 : 58 sebagai berikut :
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Dalam kitab-kitab sejarah perjuangan Rasulullah, amanah merupakan salah satu diantara beberapa sifat yang wajib dimiliki para Rasul. Mereka bersifat jujur dan dapat dipercaya, terutama dalam urusan yang berkaitan dengan tugas kerasulan, seperti menerima wahyu, memelihara keutuhannya dan menyampaikannya kepada manusia, tanpa penambahan, pengurangan atau penukaran sedikitpun. Mereka juga bersifat amanah dalam arti terpelihara dari hal-hal yang dilarang oleh Allah baik lahir maupun batin.

Menepati amanah  merupakan moral yang mulia, Allah swt. menggambarkannya sebagai orang mukmin yang beruntung (Q.S.23:8), sebaliknya Allah tidak suka orang-orang yang berkhianat dan tidak merestui tipu dayanya (Q.S.12:52), dan orang yang mengkhianati amanah termasuk salah satu sifat orang munafik (hifokrit).

Dalam fiqh Islam, amanah berarti kepercayaan yang diberikan kepada seseorang berkaitan dengan pemeliharaan harta benda, seperti al-wadi’ah dan ariyah.
Al-wadi’ah adalah harta benda yang dititipkan oleh seseorang kepada orang lain untuk dipelihara sebaik-baiknya. Sedangkan Ariyah adalah izin yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk memanfaatkan harta benda yang dimilikinya dengan tidak meminta imbalan apapun .

Penerima barang titipan ini, baik dalam bentuk wadi’ah maupun ariyah diberi amanah oleh pemiliknya untuk merawat dan memelihara keutuhan dan keselamatan barang titipan itu dengan sebaik-baiknya.
Apabila sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya (Q.S.2 : 283).

Namun demikian jika barang yang diamanatkan itu rusak atau hilang, penerima amanah itu tidak berkewajiban untuk mengganti atau memperbaikinya, kecuali atas kelalaian penerima amanah tersebut.
Dalam hukum muamalah termasuk katagori amanah adalah wadi’ah, luqatah, rahn, ijarah dan ariyah 9.
Dalam melaksanakan amanah dari lima macam amanah tersebut di atas, terdapat perbedaan satu dengan yang lainnya, yaitu :
Wadiah, barang titipan disampaikan kepada pemiliknya apabila pemiliknya meminta barang titipan tersebut.

Luqathah, barang temuan (luqatah) diumumkan selama satu tahun di tempat yang sekiranya dapat diketahui oleh masyarakat umum dengan harapan orang yang memiliki barang yang ditemukan tersebut mengetahuinya. Apabila setelah diumumkan dalam jangka satu tahun tidak ada yang  memilikinya, maka barang tersebut boleh digunakan. Dan apabila setelah digunakan ternyata pemiliknya ada, maka harus membayar/mengganti dengan barang sejenisnya atau harganya.

Rahn (gadai/jaminan), barang yang menjadi jaminan atas hutang diberikan kepada pemiliknya apabila pemilik barang (rahn) tersebut telah melunasi hutangnya.
Ijarah dan ariyah, apabila telah selesai pekerjaan dan penggunaan barang, maka barang tersebut wajib dikembalikan kepada pemiliknya sebelum diminta oleh pemiliknya 10.
Dalam perdagangan dikenal istilah menjual dengan amanah, seperti menjual “murabahah” . Maksudnya penjual menjelaskan ciri-ciri, kwalitas dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannnya.

Amanah merupakan unsur yang amat vital dan sangat urgen keberadaanya dalam kelangsungan roda perekonomian, karena bencana terbesar di dalam pasar dewasa ini adalah meluasnya tindakan manipulasi, dusta, batil, khianat, bahkan menzalimi orang dengan perdagangan yang dilakukan, misalnya berbohong dalam mempromosikan barang (taghrir), mudah bersumpah, menimbun stok barang demi keuntungan pribadi, mengadakan persekongkolan jahat untuk memperdaya konsumen (tamajil), menyembunyikan kerusakan barang (tadlis) dan sebagainya. Pada hakikatnya perdagangan yang demikian disibukkan oleh laba kecil dari pada laba besar, terpaku kepada keberuntungan yang fana dari pada keberuntungan yang kekal.

Inilah yang dikatakan oleh Nabi Muhammad saw. ketika beliau ke luar rumah dan melihat komunitas manusia sedang bertransaksi jual beli. Beliau berseru, wahai para pedagang! Pandangan para pedagang langsung terarah kepada beliau, Nabipun melanjutkan perkataannya, sesungguhnya para pedagang dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan durhaka, kecuali mereka yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan benar (HR. Tirmizi). Dalam hadis lain beliau bersabda : Sesungguhnya para pedagang adalah pendurhaka. Mereka berkata : Ya Rasulallah, bukankah jual beli dihalalkan? Nabi menjawab: Benar, tetapi mereka terlalu mudah bersumpah sehingga mereka berdosa dan terlalu banyak berbicara sehingga mereka mudah berbohong .(HR. Ahmad).

Amanah bertambah penting pada saat seseorang membentuk serikat dagang, melakukan bagi hasil (mudharabah) atau wakalah (menitipkan barang barang untuk menjalankan proyek yang disepakati bersama). Dalam hal ini, pihak yang lain percaya dan memegang janji demi kemaslahatan bersama, jika salah satu pihak menjalankannya hanya demi kemalahatan atau keuntungan pihaknya tanpa memikirkan kemaslahatan atau keuntungan pihak lain, maka ia telah berkhianat. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman : Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah satu dari keduanya tidak menghianati temannya, apabila salah satu dari keduanya berkhianat, Aku keluar dari mereka. (HR. Abu Dawud dan Hakim).

Amanah merupakan faktor utama terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa, sebab dengan sikap amanah semua komponen bangsa akan berlaku jujur, tanggung jawab dan disiplin dalam setiap aktifitas kehidupan. Mewabahnya korupsi, monopoli dan oligapoli dalam berbagai lapangan kerja dan sektor ekonomi baik ekonomi mikro maupun ekonomi makro, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, hilangnya saling percaya, tumbuhnya saling mencurigai (negative thinking), menjamurnya mental hipokrit, apriori terhadap tugas dan kewajiban dan sifat-sifat tercela lainnya sebagai akibat dari hilangnya amanah.

 Penutup
Dari uraian di atas dapat diambil suatu intisari bahwa amanah adalah perintah Allah yang melekat pada diri manusia sebagai mukallaf yang wajib dilaksanakan dalam sendi-sendi kehidupan baik yang ada relevansinya sebagai hamba Allah (hak ilahi, hubungan vertikal), maupun sebagai makhluk sosial (hak adami, hubungan horizontal). Amanah merupakan salah satu sifat wajib bagi para rasul Allah dalam mengemban tugas sebagai penyampai risalah ilahiyah. Manusia sebagai pengikut para Rasul Allah tersebut wajib menjadikan Rasul Allah sebagai suri tauladan dalam setiap gerak langkah kehidupan termasuk di dalamnya memiliki sifat amanah.

Amanah merupakan landasan etika dan moral dalam bermuamalah termasuk di dalamnya pada saat menjalankan roda perekonomian dewasa ini. Dengan amanah akan tercipta kondisi masyarakat yang jujur, dapat dipercaya, transparan dan berlaku adil dalam setiap transaksi dan kerjasa sama, sehingga tercipta lingkungan kerja yang kondusip, membawa keberkahan kepada pihak-pihak yang terkait dan menimbulkan kemaslahatan bagi umat manusia secara keseluruhan. Kebalikan dari amanah adalah khianat, inilah sumber malapetaka yang signipikan dalam menyumbang kehancuran umat dewasa ini, mewabahnya manipulasi, persekongkolan tidak sehat, berlaku curang, dekadensi moral, berlaku zalim, monopoli kekayaan dan jenis-jenis maksiat lain. Karena sesungguhnya seluruh perbuatan maksiat adalah khianat.

Adab Berkendaraan Dalam Islam

Setiap hari kita hampir selalu menggunakan kendaraan,.motor, mobil atau sepeda. Nah,..berikut ini saya ingin mengingatkan kembali sunnah-sunnah yang selayaknya kita amalkan saat menaiki kendaraan ..semoga bermanfaat yah…

1.   Niat yang baik

Hendaknya seorang muslim meniatkan berkendaraan atau memakai alat transportasi untuk mencapai tujuan, diantaranya menyambung tali silaturrahim, mencari nafkah, ziarah karena Allah dan sebagainya. Selain itu, hendaknya kita berniat akan berlaku baik terhadap kendaraan yang kita naiki sesuai dengan syari’at Allah Ta’ala.

2.   Mengakui ni’mat Allah Ta’ala.

Hendaknya kita mengakui dan meyakini bahwa kita memiliki dan menaiki kendaraan itu karena limpahan ni’mat dari Allah ta’ala. Bukankah dengan berkendaraan kita dapat menghemat banyak waktu dan tenaga, meringankan beban, dan menyampaikan kita kepada tujuan?Kalaulah bukan karena ni’mat Allah, niscaya kita tidak akan mendapatkan kemudahan dalam berkendaraan. Selayaknya kita mengingat firman Allah Ta’ala:



أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ (٧١)وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ (٧٢)وَلَهُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُ أَفَلا يَشْكُرُونَ (٧٣)

Dan Apakah mereka tidak melihat bahwa Sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka Yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; Maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan. dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka Mengapakah mereka tidak bersyukur?(QS.Yaasin:71-73)

3.   Persiapkan dengan baik alat transportasi yang digunakan.

4.   Do’a berkendaraan

Hendaknya kita berdo’a kepada Allah ta’ala dengan dzikir yang shahih dari Nabi shalallahu’alaihi wasallam ketika naik kendaraan. Pada saat naik kendaraan, hendaknya kita membaca بِسْمِاللهِ, kemudian setelah kendaraan melaju, hendaknya kita membaca:

  الْحَمْدُ لِلَّهِ {سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ} الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.

segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesung-guhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Segala puji bagi Allah (3x), Maha Suci Engkau, ya Allah! Sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sesung-guhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.( HR. Abu Dawud 3/34, At-Tirmidzi 5/501, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/156.)

Maka dari itu, tidak selayaknya kita melalaikan membaca dzikir ini, ketika naik kendaraan.

5.   Tidak membebani  kendaraan dengan beban yang melebihi kapasitasnya, apalagi jika kendaraannya berupa hewan tunggangan.

6.   Dzikir Safar

Ketika kita melakukan safar, setelah kendaraan melaju, hendaklah kita membaca do’a yang diajarkan oleh Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam, yaitu:



اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِيْ سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ، اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ

Ya Allah! Sesungguh-nya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon per-buatan yang meridhakanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkau-lah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga(HR. Muslim No.1342 dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma)

7.    Senantiasa memperhatikan rambu-rambu keselamatan.

Menjaga keselmatan diri dan orang lain ketika berkendaraan, ini sesuai dengan ruh islam yang sangat menjaga agama seorang muslim, akal, badan, harta, kehormatan dan anaknya.

8.    Memberi hak kendaraan untuk beristirahat.

9.    Dzikir ketika melewati jalan mendaki dan menurun.

قال جابر رضي الله عنه: كُنَّا إِذَا صَعَدْنَا كَبَّرْنَا، وَإِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا.

Dari Jabir radhiallahu’anhu, dia berkata: “Kami apabila berjalan naik, membaca takbir, dan apabila kami turun, membaca tasbih.( HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 6/135.)

10.    Pemilik kendaraan lebih berhak duduk di depan.

Ketika Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam sedang berjalan, datanglah seseorang mengendarai keledai. Orang itu berkata,’Wahai Rasulullan, naiklah.’Ia pun mundur ke belakang. Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda,:”Tidak, engkau lebih berhak berada di depan daripada aku, kecuali engkau mempersilakkan untukku.” Orang itu berkata,’Aku telah mempersilakanmu.’Maka beliaupun naik. (HR. Abu Dawud (2572), at-Tirmidzi (2773) dan ia menghasannkannya dari Buaraidah).

Inilah yang Allah mudahkan bagiku dari adab-adab berkendaraan. Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.

Sumber: https://moslemkalijati.wordpress.com/2012/08/19/adab-adab-ketika-berkendaraan/
 
Copyright © 2014 Fatih Firdaus. Designed by OddThemes