Baca Juga
Ada seorang ayah yang terjerat kasus narkoba sehingga menghantarkan nya masuk ke dalam jeruji besi. Ia memiliki seorang anak yang berkebutuhan khusus. Meksipun anak tersebut tidak seperti anak-anak umum lain nya, namun ia memiliki perasaan yang sangat halus, rajin beribadah dan penuh kasih sayang kepada ayah nya. Setiap berkunjung melihat ayah nya, ia juga akrab dengan polisi serta teman-teman ayah nya. Ia menjadi kesayangan disana.
Dengan banyak alasan dan tempaan yang di jalani dalam kehidupan si ayah, akhirnya ayah tersebut mendapat hidayah dan menjadi imam di mesjid tempat ia di tahan, serta menjadi teladan bagi teman-teman nya yang lain.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Rutinitas masih saja seperti itu. Sang anak selalu setia menjenguk ayah nya. Dan ayah nya makin menjadi sosok ayah panutan meskipun ia di balik jeruji besi. Ayah nya selalu berjanji akan segera cepat keluar dari tahanan dan berjanji akan mengajak anak nya jalan-jalan. Itulah yang membuat anaknya begitu sabar dan ceria menanti waktu demi waktu.
Sampai suatu hari, berita duka datang menghancurkan hati siapa pun yang mendengarnya. Rumah mereka terbakar habis seluruh nya, dan si anak ikut menjadi korban meninggal dalam kejadian memilukan itu. Kematian itu memanglah milik setiap manusia. Semuanya akan menjumpai kematian pada saatnya. Entah di belahan bumi mana kah manusia itu berada, entah bagaimanapun keadaanya, laki-laki atau perempuan kah, kaya atau miskin kah, tua atau muda kah, semuanya akan mati jika sudah tiba saatnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan bagi tiap-tiap jiwa sudah ditetapkan waktu (kematiannya), jika telah tiba waktu kematian, tidak akan bisa mereka mengundurkannya ataupun mempercepat, meskipun hanya sesaat” (QS. Al A’raf :34).
Hari itu, serasa menjadi hari yang paling gelap bagi semua orang. Sang ayah beserta para tahanan melaksanakan sholat ghaib. Dalam bacaan, sang ayah menangis di ikuti tangisan seluruh jemaah. Suara isak tangis yang sangat menghancurkan hati bagi siapapun yang mendengarkan nya. Masya Allah.... Ah, aku ikut menyeka airmata, meskipun sudah berlalu 5 tahun, tapi hikmah dari kisah ini tak pernah lepas dari benakku. Saat itu, para penghuni lapas mengingat bersama bahwa Kematian Adalah Kepastian.
Allah Ta’ala telah berfirman. “Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian, dan kelak pada hari kiamat saja lah balasan atas pahalamu akan disempurnakan, barang siapa yang dijauhkan oleh Allah Ta’ala dari neraka dan dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam surga, sungguh dia adalah orang yang beruntung (sukses).” (QS. Ali Imran : 185)
Kematian pun sudah Allah tetapkan atas setiap hamba-Nya sejak awal penciptaan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya proses penciptaan manusia di dalam perut ibu, berlangsung selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi segumpal darah yang menggantung selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging selama 40 hari juga. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, dan diperintahkan untuk mencatat empat ketetapan : rezekinya, kematiannya, amalannya, dan akhir kehidupannya, menjadi orang bahagia ataukah orang yang celaka….” (HR. Bukhari dan Muslim).
Manusia adalah makhluk yang banyak dosa dan kemaksiatan, bahkan belum tentu yang di dalam lapas saja yang lebih banyak dosa, bisa jadi kita lebih berdosa dan banyak maksiat, lantaran Allah tutupi aib kita. Manusia yang banyak mengingat kematian, dirinya sadar bahwa kematian senantiasa mengintai.
Dia tidak ingin menghadap Allah Ta’ala dengan membawa setumpuk dosa yang akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala. Dia akan sesegera mungkin bertaubat atas dosa dan kesalahannya, kembali kepada Allah Ta’ala. Allah telah berfirman, “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang mengerjakan keburukan dikarenakan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima taubatnya oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” (QS. An Nisa : 17)
Seseorang yang banyak mengingat kematian, meyakini bahwa segala pemberian Allah dari perbendaharaan dunia adalah titipan dari Allah. Seluruhnya akan diambil kembali oleh Allah, dan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.
Kisah ini tidaklah sepenuhnya berakhir menyedihkan. Sebab, seorang muslim pasti akan meyakini kehidupan abadi di akhirat. Bisa saja sang anak menarik tangan kedua orang tua nya agar masuk ke surga bersama-sama.
Memang benar, tak ada perkara muslim yang merugikan. “Seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia… niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-natikan bagi setiap manusia… ” Sebab, diantara keimanan kepada hari kiamat adalah meyakini bahwa setelah kematian ini ada kehidupan. Semuanya akan berlanjut ke alam kubur kemudian ke alam akhirat. Di sana ada pengadilan Allah Ta’ala yang Maha Adil.
Dalam perjalanan kehidupan ini, kita akan di hadapkan pada banyak keadaan. Baik hal yang menyenangkan atau bahkan hal yang tidak kita inginkan. Disinilah saat dimana kita di minta untuk belajar menerima yang namanya TAKDIR. Apakah kita mau bersabar atau mundur.
Melalui kehendak Allah, saat itu lah kita belajar dalam sebuah proses kehidupan. Karna tiada hari tanpa belajar. Hanya kepada Allah lah kita meminta pertolongan, hanya kepada Allah lah kita berharap. Bersabarlah karna Allah. Ikhlas lah karna Allah. Satu lagi pelajaran yang dapat saya ambil, bahwa anak yang meninggal dalam keadaan balingh saja dapat memberikan syafaat kepada kedua orang tua nya, bagaimana dengan anak yang kita besarkan dengan agama yang baik.
Untuk itu, jangan lah menjadikan anak hanya sebagai perhiasan, atau malah menjadi ujian. Melainkan, jadikan lah anak yang titipan dari Allah ini menjadi tabungan surga di akhirat kita kelak. Semoga amanah mendidik anak titipan dari Allah ini tidak kita sia-siakan.
Semoga si anak dalam kisah ini menjadi tabungan surga bagi kedua orang tua nya, kemudian janji sang ayah mengajaknya berjalan-jalan di dunia menjadi perjalanan yang indah, berjalan-jalan di taman surga Nya kelak. Aamiin.
Sumber: https://www.facebook.com/aisyah.amatullah.39/posts/10205390498782383
Post a Comment